Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1993 yang berpindah-pindah tempat, Saya lanjut lagi ke SLTP di tahun yang sama, seperti biasa sebagai Siswa yag baru tentu masih rajin kesekolah, takut sama Guru kalau Absen tanpa alasan yang jelas. Saya masuk SLTP tahun 1993, Tahun pertama di SLTP Saya lalui dengan kondisi yang tidak jauh beda sewaktu di SD.
Memasuki pertengahan tahun ajaran di SLTP, rasa malas kesekolah kambuh lagi, Saya merasa enggan untuk bangun pagi, ditambah lagi kalau mandi pagi itukan dinginnya minta ampun, tetapi meskipun demikian sebelum berangkat kesekolah pastilah Saya mandi duu, maklum gaya berpakaian dan penampilan mulai menjadi perhatian Saya.
Di pertengahan tahun ajaran inilah jumlah kehadiran Saya di kelas mulai bolong-bolong, kebetulan Sekolah Saya di SLTP berada di pesisir pantai yang juga merupakan Galangan Perahu Tradisional Phinisi, di galangan inilah menjadi tempat paforit Saya ketika tidak Masuk Sekolah, sebenarnya di tempat ini bukan hanya Saya, banyak juga teman-teman yang lain termasuk kakak kelas yang jika tidak masuk sekolah nongkrong disini lengkap dengan seragam sekolah, biasanya kita hanya melihat-lihat Orang yang sementara mengerjakan perahu phinisi.
Akibat dari banyaknya absen Saya yang bolong, Saya hampir tidak naik kelas, tetapi dengan sedikit intervensi dari Orang Tua Saya ke Wali Kelas, akhirnya Saya naik kelas juga, maklum antara Wali kelas dan Orang Tua saya, saling mengenal.
Saya Tidak Naik Kelas
Setelah Saya naik ke kelas dua, kebiasaan Nongkrong di galangan kapal belakang sekolah tidak berubah, malah semakin parah, kebiasaan merokok waktu di SD juga kambuh lagi dan semakin parah, nilai harian Saya hampir tidak ada sebab jarang masuk sekolah, akhirnya pada saat penentuan naik atau tinggal kelas sudah tiba, Saya dinyatakan tinggal kelas oleh Wali kelas, kali ini Saya benar-benar tidak tertolong lagi, sebab Wali kelasnya sudah beda waktu masih kelas satu. Dengan perasaan menyesal Saya harus menerima kenyataan, dengan sedikit emosi Saya memecahkan kaca Perpustakaan sebagai bentuk kekecewaan, untungnya tidak satupun Guru yang melihat Saya.
Saya Pindah Sekolah
Orang Tua Saya tidak tinggal diam dengan hal ini, mereka berusaha memberi Saya alternatif pindah Sekolah yang tempatnya masih satu wilayah atau ikut ujian persamaan, entah kenapa Saya memilih opsi pindah sekolah padahal Saya adalah Orang yang malas belajar baik dirumah lebih-lebih lagi jika duduk di ruang kelas mendengar ocehan Guru. Hal ini juga yang membuat Saya dari 4 bersaudara tidak menjadi alumni Sekolah tersebut.
Akhirnya Saya pindah Sekolah ke Makassar di SLTP 23 dekat PLTU. Saya tinggal di sebuah perumahan yang termasuk elit waktu itu, tepatnya di BTN Minasa Upa, dirumah tersebut Saya tinggal dengan pemilik rumah dan di lantai 2 ada Anak Kost yang Kuliah di Sekolah tinggi pelayaran, mereka berasal dari Kota Kendari, kebetulan yang punya rumah juga punya Anak yang seumuran Saya, jadi Saya tidak mengalami kesulitan dengan lingkungan yang baru. Sekolah Saya yang baru ini sebenarnya dekat dari rumah, tetapi menjadi jauh sebab tidak ada angkot yang langsung menuju ke Sekolah.
Setiap hari Saya dan teman Saya yang juga Anak dari pemilik rumah berangkat bersama karena juga satu sekolah, setiap hari perjalanan kesekolah harus di tempuh dengan rute perumahan, Pasar sentral, sekolah, begitu juga sebaliknya, sehingga hampir setiap hari kami berdua mendapat bogem dari Guru karena sering telat, sebenarnya ada jalur tempuh yang lebih dekat melalui rute jalan AP Pettarani, tetapi angkot yang nangkring di terminal bayangan tersebut khusus untuk mahasiswa Universitas Negeri Makassar, dulu masih bernama IKIP.
Singkat cerita, tiba saatnya Saya sudah dinyatakan lulus di SLTP 23 Makassar, dan itu menandakan bahwa petualangan saya berkolah di Makassar sudah berakhir, sebenarnya jauh sebelum pengumuman kelulusan, Saya sudah di wanti-wanti oleh Pemilik rumah untuk melanjutkan sekolah SLTA tidak perlu pulang kampung tetapi tetap di Makassar, maklum teman yang juga Anak si Pemilik rumah dulunya sebelum Saya datang sering keluar malam dan pulangnya sampai larut malam, tetapi sejak Saya datang dia menjadi Anak rumahan sebab Saya jarang keluar rumah, meskipun di ajak keluar Saya selalu menolak, hal ini yang membuat Si pemilik rumah enggan membiarkan Saya pulang kampung.
Mereka sudah menganggap Saya sebagai Anak sendiri, sehingga saat Saya meninggalkan rumah untuk pulang kampung, mereka pun terharu dan sampai hari ini Saya sudah tidak pernah lagi mengunjungi mereka sejak tahun 1996.
Petualangan menuntut Ilmu di Makassar selama kurang lebih setahun Saya rasa sudah cukup, meskipun singkat tetapi menyenangkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
pengalamannya banyak sob, saya sejak sd sampe smu di kandang sendiri.. he he.. met aktifitas :)
mantap .....!
Posting Komentar